BAB IV CARA BERFIKIR
FILOSOFIS
|
|
|
|
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
FAKULTAS
EKONOMI
PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PERKANTORAN
2013
|
FILSAFAT ILMU
|
|
|
BAB I
CARA BERFIKIR FILOSOFIS
Ciri-ciri berpikir filosofis kadang menjadi pertanyaan
serius dalam kajian filsafat ilmu. Benarkah semua orang yang berpikir
itu sedang berfilsafat? Pertanyaan ini terkadang menjadi pertanyaan sederhana
berkaitan dengan pembahasan tentang filsafat. Apakah benar Semua orang
berfilsafat, karena semua orang memiliki potensi untuk berpikir. Dalam Kajian
Prof. Dr. H. Andi Makkulau, M.Si, diuraikan beberapa ciri berpikir yang
termasuk dalam kategori berpikir filsafat.
Ciri berpikir filosofis di antaranya adalah
v Membangun bagan konsepsional,
Salah satu cara untuk mengurangi inkoherensi adalah mengusahakan membangun
bagan konseptual. Gagasan harus berhubungan dengan lainnya secara logis, formal
dan ketat, setiap bagian harus mengalir lancer, dari bagaian yang mendahului ke
bagian sesudahnya. Agar arus informasi dan pemikiran terus mengalir, kiranya
peerlu memikirkan bahwa setiap gagasan harus mengandung sebuah subyek dan
predikat. Jadi untuk mempertahankan agar arus informasi secara terus menerus,
maka harus menyusun gagasan dengan satu diantara berbagai bentuk.
v Berpikir secara holisitk,
Keutamaan yang diinginkan dalam berpikir filsafat adalah berpikir secara
holistic. Gagasan yang menyeluruh mengemas banyak informasi dalam ruang
yang terbatas. Selayaknya menghindari keinginan yang berlebihan mencapai
holistic, sehingga merusak perkembangan inti esei, yang mungkin perlu
diperjelas dan dibuat lebih meyakinkan.
v Berpikir filosofis juga harus
bersifat Tuntas, Ketuntasan sebuah argument bergantung pada seleksi yang
hati-hati dan penggunaan kata yang tepat. Pemikiran kritis bergantung pada
konsistensi organisasi bahasa (kata, paragraf, kalimat) sedalam diskursus yang
tertib dan dapat dimengerti. Harus berhati-hati dengan berbagai penggunaan kata
yang berbeda, ragam makna dan kekaburan arti. Hendaknya menghindari penggunaan
metafora/analogi, dan mencoba menghindari jargon yang dapat dijelaskan.
Apakah
benar Semua orang berfilsafat, karena semua orang memiliki potensi untuk
berpikir. Dalam Kajian ciri berpikir yang termasuk dalam kategori berpikir
filsafat diantaranya adalah berpikir dengan Membangun bagan kosepsional,
Berpikir secara holistik, Berpikir Tuntas, Konsisten dan Koheren
v Sifat berpikir filososfis lain
adalan berpikir Konsisten, dalam proses penyusunan esei, kita akan
membuat sejumlah pertanyaan yang mencakup banyak segi yang berbeda mengenai
pokok persoalan diangkat. Kita harus berhati-hati, apa yang dibahas tidak boleh
bertentangan dengan apa yang diungkap. Konsistensi merupakan sifat yang harus
dirangkaikan dalam berbagai argumentaasi. Karena kadang-kadang pertanyaan yang
kompleks dapat mengandung inkonsistensi internal.
v Selain berciri konsisten dalam
berpikir filsafat juga harus tetap mempertahankan sifat Koheren, Suatu argumentasi atau pernyataan abstrak dan kongkret yang tidak didukung empirisme dapat
menjadi tidak koheren ketika dalam keseluruhan argumentasi tidak memiliki arti.
Seprti ketika kita memakai sebuah istilah, nilai koherensi akan timbul dari
berbagai esei yang tidak menyatu bersama dalam keseluruhan yang koheren.
Kemudian Inkoherensi dapat terjadi ketika sebuah argumentasi ysng bermakna
ditempatkan dalam konteks yang tidak semestinya. Keseluruhan esei adalah tidak
koheren, sejauh masih dipengaruhi oleh berbagai komponen yang tidak koheren.(1)
(1) Male.2011.Cara berpikir filsafat, Cabang dan Aliran Filsafat.Meg.jinawi.com/bloghtml.10 Maret
2013.09.09PM
Pendapat lain
Berpikir Filsafat meliputi:
a.
Kritis
Adalah sikap yang senantiasa mempertanyakan sesuatu (berdialog), mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, hingga akhirnya di temukan hakikat.
Adalah sikap yang senantiasa mempertanyakan sesuatu (berdialog), mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, hingga akhirnya di temukan hakikat.
b.
Rasional
Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), selalu menggunakan nalar ketika berpikir atau bertindak atau kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri.
Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), selalu menggunakan nalar ketika berpikir atau bertindak atau kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri.
c.
Logis
Sikap yang digunakan untuk melakukan pembuktian, berpikir sesuai kenyataan atau kegiatan berpikir yang berjalan menurut pola, alur dan kerangka tertentu.
Dalam berpikir membutuhkan ketrampilan untuk bisa mengerti fakta, memahami konsep, saling keterkaitan atau hubungan, sesuatu yang tersurat dan tersirat, alasan, dan menarik kesimpulan.
Sikap yang digunakan untuk melakukan pembuktian, berpikir sesuai kenyataan atau kegiatan berpikir yang berjalan menurut pola, alur dan kerangka tertentu.
Dalam berpikir membutuhkan ketrampilan untuk bisa mengerti fakta, memahami konsep, saling keterkaitan atau hubungan, sesuatu yang tersurat dan tersirat, alasan, dan menarik kesimpulan.
d.
Konseptual
Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, menyingkirkan hal-hal khusus, konkrit, individual, sehingga terbentuk konsep dan teori yang terumuskan secara obyektif, permanen dan universal.
Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, menyingkirkan hal-hal khusus, konkrit, individual, sehingga terbentuk konsep dan teori yang terumuskan secara obyektif, permanen dan universal.
e.
Radikal
Berpikir mendalam atau sampai ke akar-akarnya sampai pada hakikat atau substansi yang dikirkan.
Berpikir mendalam atau sampai ke akar-akarnya sampai pada hakikat atau substansi yang dikirkan.
f.
Koheren
Berpikir secara konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan tidak fragmentaris, atau
sesuai dengan kaidah berpikir logis, menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
Berpikir secara konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan tidak fragmentaris, atau
sesuai dengan kaidah berpikir logis, menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
g.
Sistematis
Pendapatnya saling berhubungan secara teratur dan terkandung ada maksud dan tujuan tertentu.
Pendapatnya saling berhubungan secara teratur dan terkandung ada maksud dan tujuan tertentu.
h.
Komperhensif
Mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
Mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
i.
Spekulatif
Cara berpikir sistematis tentang segala yang ada, memahami bagaimana menemukan totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka ragam, atau disebut juga upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir dan keseluruhan pengalaman.
Cara berpikir sistematis tentang segala yang ada, memahami bagaimana menemukan totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka ragam, atau disebut juga upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir dan keseluruhan pengalaman.
j.
Bebas
Berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terkekang, bebas dari prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius. (2)
Berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terkekang, bebas dari prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius. (2)
Aliran-Aliran
Filsafat:
a. Empirisme
(Empereikos = pengalaman), Empirisme adalah aliran yang berpendapat bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman. Empirisme menganggap bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman).
b. Rasionalisme
(Empereikos = pengalaman), Empirisme adalah aliran yang berpendapat bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman. Empirisme menganggap bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman).
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan
dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta
empiris, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan hanya berasal dari pikiran
atau rasio.
c. Idealisme
c. Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia
adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah
idealisme subjektif dan idealisme objektif.
Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam
alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan
filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang
ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum
dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan
perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan
bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dan sebagainya.
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
d. Materialisme
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
d. Materialisme
Materialisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
pandangannya bertitik tolak dari pada materi (benda). Materialisme memandang
bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi
ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan
menurut proses waktu dan zat. Misal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia
yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini sudah ada. Menurut zat,
manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide bila tidak mempunyai otak, otak
itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indera kita. Otak atau
materi ini yang lebih dulu ada baharu muncul ide dari padanya. Atau seperti
kata Marx ?Bukan fikiran yang menentukan pergaulan, melainkan keadaan pergaulan
yang menentukan fikiran.? Maksudnya sifat/fikiran seorang individu itu
ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya, ?masyarakat sekelilingnya?
?ini menjadi materi atau sebab yang mendorong terciptanya fikiran dalam
individu tersebut.
e. Fenomenologi
e. Fenomenologi
Fenomenologi merupakan ilmu pengetahuan (logos)
tentang apa yang tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi mempelajari suatu
yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi berusaha memahami
realitas sebagaimana adanya dalam kemurniannya. Terlepas dari kelebihan dan
kekurangannya, fenomenologi telah memberikan kontribusi yang berharga bagi
dunia ilmu pengetahuan. Fenomenologi berusaha mendekati objek kajiannya secara
kritis serta pengamatan yang cermat, dengan tidak berprasangka oleh
konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya. Oleh karena itu, oleh kaum fenomenolog,
fenomenologi dipandang sebagai rigorous science (ilmu yang ketat).
f.
Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu
filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu
mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan
kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia
konkret. eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan
keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang
dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara
menempatkan dirinya.(3)
(2)
Mushlihin
Al-Hafizh.2011. Filosofi » Pengertian Filsafat
dan Cara Berpikir Filsofis.10 Maret
2013.09.03 PM
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Cet. VI;
Jakarta: Bulan Bintang, 1996).
Harun Nasution, Falsafat Agama (Cet. VIII; Jakarta:
Bulan Bintang, 1991).
(3)
Male.2011.Cara berpikir filsafat, Cabang
dan Aliran Filsafat.Meg.jinawi.com/bloghtml.10 Maret 2013.09.09PM
Daftar Pustaka
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat
Islam (Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996).
Harun Nasution, Falsafat Agama (Cet.
VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
Male.2011.Cara berpikir filsafat, Cabang dan Aliran Filsafat.Meg.jinawi.com/bloghtml.10 Maret
2013.09.09PM
Mushlihin Al-Hafizh.2011. Filosofi » Pengertian Filsafat dan Cara
Berpikir Filsofis.10 Maret 2013.09.03 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar